PUNCAK GUNUNG SIRIMAU


PUNCAK GUNUNG SIRIMAU


Wisatawan dapat mengunjungi Soya Atas yang berada di lereng Gunung Sirimau (950m). Di sini terdapat gereja protestan yang sangat tua dengan bentuknya yang unik, konon dibangun pada tahun 1546.

Negeri Soya banyak menyimpan cerita bagi masyarakat Kota Ambon. Selain durian Soya yang sangat dikenal, juga ada sisa peninggalan sejarah Tempayan Tua. Konon tempayan itu menyimpan banyak cerita?

Negeri Soya atau biasa ditulis “Soija’ merupakan salah satu daerah pembentuk Kota Ambon. Letaknya di atas lereng Gunung Sirimau atau sekira tujuh kilometer dari pusat kota.

Konon, pada zaman kerajaan Majapahit, Negeri Soya merupakan salah satu kerajaan yang lengkap dengan struktur pemerintahannya. Bahkan sebagian besar situs kerajaan itu masih tersimpan hingga kini. 

Untuk menjangkau negeri ini tidak sulit. Dengan menggunakan kendaraan roda dua atau empat, kita sudah bisa mendatangi tempat ini. 

Menariknya, siapapun yang datang ke negeri ini akan terdecak kagum dengan pemandangan yang dimiliki. Sebut misalnya, keindahan panorama alam. 
Belum lagi, rumah-rumah warga yang dibangun di bawah rerimbunan pohon, ikut mendukung keasrian lokasi ini. 

Di Negeri Soya sendiri terdapat beberapa situs sejarah yang merupakan bukti keberadaan kerajaan Soya zaman dahulu. Di antaranya bekas rumah raja (istana) yang sekarang sudah direnovasi, bekas bangunan gereja tua (juga sudah direnovasi), sumur raja, dan juga baileo. Disamping itu juga terdapat Tempayan Tua.
Khusus untuk Tempayan Tua ini, letaknya agak jauh dari pusat tempat tinggal warga atau sekira satu kilometer dari rumah raja (pusat pemerintahan). Posisinya persis di daerah puncak Gunung Sirimau. 

Untuk mencapai lokasi Tempayan Tua, setiap orang harus berjalan kaki menapaki ratusan anak tangga yang ada untuk menuju puncak gunung. Lelah, sudah pasti. Hanya rasa lelah itu terbayarkan dengan pemandangan indah ang disuguhkan. Termasuk indahnya teluk Ambon. 

Udara di puncak gunung ini cukup sejuk. Di puncak itulah Tempayan Tua berada. Bentuknya seperti tempayan atau guci dengan permukaan yang terbuka. 
Berdasarkan cerita warga setempat, air yang terdapat dalam Tempayan Tua tak pernah kering. Bahkan air dalam Tempayan Soya dipercaya dapat menyembuhkan berbagai jenis penyakit. 

Air yang terdapat dalam Tempayan Tua berdiameter sekira 50-60 cm. Konon air dalam tempayan itu selalu terisi secara gaib. Kendati musim kemarau sekalipun. Tak ayal, jika masyarakat meyakini jika tempat tersebut "berpenghuni" atau memiliki penjaga yang masyarakat biasa disebut masyarakat seagai penggawa atau orang yang tak tampak dalam pandangan mata manusia. Malah penggawa itu dipercayai sebagai leluhur negeri Soya.

Hanya saja, cerita keberadaan Tempayan Soya masih terdapat beberapa versi yang memunculkan polemik di lingkungan masyarakat Soya. 

Salah satu versi menceritakan, Tempayan Tua tersebut merupakan hibah atau pemberian kepada raja dari Ruma Tau Hitijahubessy karena diterima untuk menjadi penduduk Soya. 
Sejak saat itu Ruma Tau Hitijahubessy menjadi salah satu keluarga atau kelompok masyarakat Soya yang tergabung dalam soa pendatang yang lebih dikenal dengan Soa Erang.

Dalam versi lain menyebutkan, Tempayan Tua merupakan kenang-kenangan untuk raja Soya yang diberikan kerajaan Majapahit, atas pengakuannya terhadap kerajaan terbesar di nusantara itu. Bahkan oleh Raja Soya saat itu memberikan gelar kepada raja Majapahit dengan sebutan “Upulatu Sirimau Mas Raden Labu Inang Mojopahit”. 

Terlepas dari versi-versi cerita terkait Tempayan Soya, di lokasi itu juga terdapat situs sejarah berupa batu besar bebentuk tempat duduk yang diyakini sebagai tempat duduk Raja Soya, Upu Latu Salemau. 

Upu Latu adalah salah satu raja yang cukup terkenal pada zaman kerajaan Soya.

0 comments: